Mengapa Pura Perancak? karena ini berkaitan dengan tugas mata kuliah "Filsafat Arsitektur" di kampus saya..hehehe. Saya mendapatkan data ini dari berbagai sumber di internet dan datang langsung serta mewawancarai Pemangku pura ini. Langsung aja yak :)
Perancak dikenal sebagai desa nelayan yang ada di pesisir selatan Jembrana. Di desa ini pula terdapat sebuah pura yang diyakini sebagai cikal bakal Pura Dang Kahyangan di Bali. Pura tersebut adalah Pura Dang Kahyangan Gede Perancak.
Berdirinya pura ini tidak bisa dilepaskan dari kedatangan Danghyang Dwijendra ke Bali. Tetapi tahun berapa kedatangan Danghyang Dwijendra ke Bali tidak bisa dipastikan. Perkiraan yang sering dipakai adalah sekitar tahun 1015. Catatan sejarah yang bisa membuktikan ini pun belum ada.
Danghyang Dwijendra berhasil mencapai moksa. Ketika mencapai moksa, semua lontar mengenai beliau juga ikut moksa. Saat tiba pertama kali di Desa Jembrana Pinggir Pantai (sebutan Perancak zaman dulu), Danghyang Dwijendra mengajak istrinya Ida Ayu Mas Keniten dan tujuh putra. Beliau dan keluarga datang dari tanah Belambangan, Jawa Timur.
Sesampai di Jembrana Pinggir Pantai, beliau bertemu I Gusti Ngurah Rangsasa di Pura Usang, sebuah pura di tepi pantai. Ngurah Rangsasa yang mengemban Pura Usang memaksa Danghyang Dwijendra untuk sembahyang. Jika tidak, bahaya akan mengancam Danghyang Dwijendra dan keluarga. Awalnya, Danghyang Dwijendra menolak. Namun karena terus dipaksa, Beliau pun berkenan. Ketika Beliau me-mona dan meneng untuk bersemadi, pura tersebut roboh dan encak (hancur). Ngurah Rangsasa pun ketakutan. Dia lari ke arah utara hingga di Sawe. Sampai menemui ajalnya, dia berada di Sawe. Hingga kini daerah tersebut dikenal dengan nama Sawe Rangsasa. Sementara itu, Danghyang Dwijendra membangun kembali pura yang encak tersebut dan melanjutkan kembali perjalanan. Lama-kelamaan pura tersebut dikenal dengan nama Pura Encak atau Purancak atau Perancak. Di pura inilah umat Hindu melakukan pemujaan untuk Danghyang Dwijendra. Piodalan di pura ini dilaksanakan setiap Buda Umanis Anggara Kasih Medangsia atau 10 hari sesudah hari raya Kuningan.
Di Pura Perancak terdapat pelinggih Meru Tumpang Tiga sebagai stana Danghyang Dwijendra. Di sebelah kiri Meru ada pelinggih Gedong, stana roh suci I Gusti Ngurah Rangsasa. Yang patut diperhatikan dari Pura Perancak ini adalah keberadaan pelinggih roh suci I Gusti Ngurah Rangsasa dan pelinggih Danghyang Dwijendra. Awal cerita I Gusti Ngurah Rangsasa itu memaksa orang untuk menyembah di puranya termasuk Danghyang Dwijendra. Hal itu sampai menimbulkan perselisihan dan bencana bagi pura yang kemudian bernama Pura Perancak. Setelah pura itu kembali seperti sedia kala perselisihan itu tidak dilanjutkan oleh para penyungsungnya. Justru dalam perkembangannya kedua roh sucinya dipuja dan distanakan dalam dua pelinggih yang berdampingan.
dari kiri (Wawan, Sanjaya, Saya, Surwadi)